Indonesia Bakal Wajibkan BBM Campur Etanol 10% (E10) Mulai 2026

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengonfirmasi bahwa rencana mandatori E10 ini telah disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto. Peningkatan porsi etanol dari produk yang sudah ada seperti Pertamax Green (E5) menjadi E10 ini merupakan langkah strategis untuk memanfaatkan sumber daya alam melimpah di dalam negeri, khususnya dari tanaman tebu.
Mengapa Etanol 10% Menjadi Mandatori?
Pemberlakuan E10 didorong oleh tiga pilar utama yang saling berkaitan erat dengan ketahanan energi dan komitmen lingkungan Indonesia.
1. Mengurangi Ketergantungan Impor Minyak
Indonesia masih menjadi salah satu negara pengimpor minyak mentah dan BBM terbesar di kawasan. Dengan mewajibkan pencampuran 10% etanol, yang merupakan bahan baku nabati domestik, volume bensin fosil yang harus diimpor dapat ditekan secara drastis. Akibatnya, devisa negara dapat dihemat, dan ketahanan energi nasional akan semakin kokoh. Etanol, yang dapat diproduksi dari tebu, singkong, atau jagung, memberi jaminan pasokan energi yang bersumber dari hasil pertanian lokal.
2. Peningkatan Kualitas BBM dan Performa Mesin
Etanol, sebagai komponen bahan bakar, dikenal memiliki angka oktan (RON) yang sangat tinggi (sekitar 110–120). Ketika dicampurkan ke dalam bensin fosil, Etanol secara alami akan meningkatkan Research Octane Number (RON) BBM keseluruhan. Oktan yang lebih tinggi sangat bermanfaat untuk mesin modern berkompresi tinggi karena membantu mencegah fenomena knocking atau “ngelitik,” sehingga pembakaran menjadi lebih sempurna dan performa mesin pun lebih efisien.
3. Komitmen Menuju Energi Bersih
Etanol dianggap sebagai bahan bakar yang relatif netral karbon (carbon neutral). Meskipun menghasilkan CO2 saat dibakar, tanaman bahan baku (seperti tebu) telah menyerap CO2 selama proses pertumbuhannya. Selain itu, Etanol mengandung oksigen, yang memfasilitasi pembakaran lebih sempurna di ruang mesin. Oleh karena itu, gas buang berbahaya seperti Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) dapat berkurang signifikan, menjadikannya opsi yang lebih ramah lingkungan.
Baca Juga : Oil Boom: Jenis, Fungsi, dan Cara Kerjanya
Baca Juga : Jet Cleaner 500 Bar: Solusi Pembersihan Ekstrem dengan Tekanan Tinggi
Baca Juga : Pengertian Mesin Bubut, Jenis Mesin Bubut, dan Cara Menggunakan Mesin Bubut
Tantangan dan Resiko Implementasi E10
Meskipun memiliki manfaat ganda, kebijakan E10 juga diiringi sejumlah tantangan teknis dan logistik yang perlu diatasi.
Ketersediaan dan Infrastruktur
Kebutuhan bioetanol untuk skala mandatori E10 diproyeksikan sangat besar. Saat ini, produksi bioetanol standar bahan bakar (fuel grade) di Indonesia masih terbatas. Pemerintah perlu memastikan peningkatan kapasitas produksi etanol dari pabrik-pabrik lokal agar dapat mengejar target 2026. Dalam hal ini, sinergi antara Kementerian ESDM, Pertamina, dan petani tebu menjadi kunci utama.
Kompatibilitas Mesin Kendaraan
Secara umum, mayoritas kendaraan modern (terutama yang diproduksi setelah tahun 2000-an) kompatibel dengan campuran hingga E10 tanpa modifikasi. Namun demikian, sifat higroskopis etanol—yang mudah menyerap air—menimbulkan risiko. Etanol yang bercampur dengan air dapat memicu korosi pada komponen logam tertentu, terutama pada kendaraan lama yang belum dirancang untuk menahan campuran etanol. Perlu edukasi mendalam bagi masyarakat mengenai kompatibilitas kendaraan mereka.
Efisiensi Bahan Bakar
Para ahli energi mencatat bahwa etanol memiliki kandungan energi per liter yang sedikit lebih rendah dibandingkan bensin murni. Artinya, konsumsi bahan bakar kendaraan bisa menjadi sedikit lebih boros (diperkirakan penurunan efisiensi sekitar 3%) untuk menempuh jarak yang sama.
Pada akhirnya, kebijakan mandatori E10 di tahun 2026 adalah langkah berani yang menegaskan komitmen Indonesia dalam mengamankan energi dan mengadopsi praktik berkelanjutan. Keberhasilan program ini akan sangat ditentukan oleh kesiapan industri hulu (pemasok etanol) dan sosialisasi masif kepada masyarakat pengguna BBM.
Leave a Reply